Penyakit Babesiosis atau Piroplasmosis
1.
Pengertian
Penyakit Babesiosis.
Babesiosis
atau piroplasmosis atau babesia merupakan penyakit yang hampir serupa dengan
Malaria yang terjadi karena spesies protozoa intraerythrocytic babesia.
Manusia bisa tertular babesiosis ini saat digigit oleh kutu nimfa atau kutu
yang berasal dari hewan rusa. Babesiosis pada manusia merupakan infeksi
zoonosis yakni kutu yang mengirimkan organisme babesia dari reservoir
bertebrata pada manusia.
2. Penyebab Babesiosis.
Babesiosis
ini terjadi karena protozoa darah intraseluler dari babesia sp. Nama babesia
ini diambil dari nama penemunya yakni Victor Babes yang berhasil
mengindentifikasi organisme di dalam sel darah merah yang dilakukan pada tahun
1888. Jika dilihat dari taksonominya, babesia sp masuk ke dalam golongan filum
apicomplexa, sub-kelas piroplasma, ordo piroplasmida, famili babesiidae dan
juga genus babesia. Sudah lebih dari 100 spesies babesia di dunia yang sudah
berhasil di temukan, akan tetapi yang berperan penting dalam kesehatan manusia
serta hewan adalah B.microti di Amerika Serikat, B.divergens dan juga B.bovis
di Eropa. Sementara di Indonesia sendiri, spesies babesia yang ditemukan adalah
B.mayor yang menginfeksi sap, B.equi yang menginfeksi kuda dan juga B.canis
yang menginfeksi anjing serta B.felis yang menginfeksi tikus.
3. Faktor Resiko Babesiosis.
Parasit
babesia dari hewan pengerat khususnya tikus dan juga rusa serta tupai ini bisa
menjangkiti manusia saat digigit oleh kutu tersebut. Infeksi ini dihasilkan
dari gigitan nimfa yang terinfeksi selama proses menyedot darah manusia. Namun
dalam beberapa kasus lainnya, babesiosis juga bisa terjadi karena transfusi
donor darah. Darah yang sudah terinfeksi dengan parasit babesia ini kemudian
masuk dan menyebar ke pasien yang mendapatkan tranfusi darah tersebut.
4. Gejala Penyakit Babesiosis.
Penyakit
babesiosis atau dikenal dengan nama Mexican Fever, Red Water, Plenic Fever dan
Bloody Murrain. Penyakit ini juga memiliki beberapa tanda gejala yang bisa
dilihat seperti :
1. Gangguan Pernapasan Akut :
Perubahan yang terjadi pada membran RBC
akan menyebabkan penurunan peningkatan RBC sehingga menyebabkan berkembangnya
edema paru noncardiac dan juga sindrom gangguan pernapasan yang akut.
2. Anemia Hemolitik :
Babesiosis juga menyebabkan penderita
mengalami demam, anemia hemolitik dan juga hemoglobinuria yang terjadi karena
infeksi babesia. Seperti pada malaria, penyakit ini akan menyebabkan penyumbatan
pada kapiler atau stasis mikrovaskular yang melibatkan organ hati, ginjal,
limpa dan juga sistem saraf pusat.
3. Nyeri
pada otot di seluruh tubuh.
4. Menurunnya
jumlah sel darah putih.
5. Demam
dan menggigil.
6. Badan
terasa lelah dan lemah.
7. Terjadi
anemia hemolitik yakni anemia yang terjadi karena hancurnya sel darah merah
yang meningkat secara drastis.
8. Parasitesma
yang tinggi sekitar 10 persen.
9. Kadar
glitamik oksaloasetic acid transaminase yang mengalami peningkatan.
10. Serum
alkaline pospatase yang mengalami peningkatan.
11. Hemoglobin
keluar bersama dengan urine.
12. Selaput
putih pada mata berubah menjadi agak kekuningan karena anemia hemolitik.
5. Diagnosa Penyakit Babesiosis.
Diagnosa
untuk pasien yang memiliki riwayat gigitan kutu dan mengalami gejala menggigil,
demam dan kelelahan sangatlah penting. Pemeriksaan darah atau tes imunologis
perifer sangat diperlukan untuk lebih memperjelas faktor diagnosa.
Pada
penderita yang mengalami demam namun tidak jelas asal usulnya, maka mungkin
menjadi gejala dari babesiosis dan butuh tranfusi darah.
1.
Terapi
Farmakologis.
Terapi farmakologis bisa digunakan untuk
diagnosa penyakit babesiosis, dimana pasien asimtomatik dengan hasil positif
dari uji perifal atau uji polymerase chain reaction terbukti positif.
Penelitian ini harus diulang dan dibutuhkan pengobatan parasitema yang bisa
berlangsung sampai 3 bulan.
2.
Terapi
Antibiotik.
Terapi antibiotik atau antimalaria juga
bisa dilakukan untuk mengurangi tingkat parasitemia, yakni dengan kombinasi
klindamisin [20 mg / kg / hari untuk anak-anak], 300 sampai 600 mg IV atau
intramaskular setiap 6 jam sekali untuk orang dewasa dan juga kina secara oral
sebanyak 25 mg / kg / hari untuk anak-anak dan 650 mg setiap 6 sampai 8 jam
untuk orang dewasa yang diberikan selama 7 sampai 10 hari.
3.
Pemeriksaan
Indirect Immunifluorescent Antibody.
Pemeriksaan Indirect Immunifluorescent
Antibody atau IFA juga bisa dilakukan untuk diagnosa penyakit babesiosis yang
termasuk pemeriksaan mikroskopis perparat apus darah yang bisa memberikan hasil
diagnosa lebih meyakinkan.
4.
Pemerikasan
Mikroskopis Preparat Apus Darah.
Pemeriksaan mikroskopis preparat apus
darah tipis atau tebal dilakukan dengan pewarnaan gram atai wright yang bisa
memberikan gambaran parasit di dalam sel darah merah.
6. Pengobatan Babesiosis.
Untuk
penderita babesiosis dengan gejala ringan, maka tidak diperlukan pengobatan
sebab infeksi akan sembuh dengan sendirinya sekitar 6 bulan. Namun pengobatan
juga bisa dilakukan selama 10 hari sampai 6 bulan bergantung dari seberapa
berat kondisi babesiosis tersebut.
1.
Kombinasi
Kina dan Garam.
Berikan kombinasi kina sebanyak 650 mg
dengan garam yang diberikan secara oral sebanyak 3 kali dalam sehari. Selain
itu juga diberikan clinamyacin sebanyak 650 mg secara oral yang diberikan
sebanyak 3 kali dalam sehari dan pengobatan ini berlangsung antara 7 sampai 10
hari sampai babesiosis bisa sembuh.
2.
Bunuh
Kutu.
Lepaskan kutu dengan menggunakan pinset
dan genggam bagian mulutnya, bukan tubuhnya. Jangan gunakan metode lain seperti
petroleum jelly atau korek api namun bunuh kutu dengan memasukkan kutu tersebut
ke dalam alkohol.
3.
Kunyit.
Anda bisa menggunakan kapsul kunyit yang
banyak dijual di apotek atau memarut kunyit yang diberikan sebanyak 400 mg
sebanyak 3 kali dalam sehari untuk meringankan gejala babesiosis. Kunyit ini
akan memberikan efek anti inflamasi yang sangat kuat dan bisa menghambat
pembentukan zat pro-inflamasi yang disebut dengan asam arakidonat. Selain itu,
kunyit juga memiliki sifat karminatif sehingga akan mengurangi gas, rasa mual
dan juga efek anti bakteri serta anti virus. Kunyit juga akan memberikan
kualitas antioksidan yang baik untuk memberikan perlindungan pada organ hati
sehingga kerusakan organ hati karena pemakaian antibiotik dari obat-obatan
untuk menyembuhkan babesiosis bisa dikurangi.
4.
Bromelain.
Gunakan 250 mg bromelain yakni enzim
pencernaan yang terbuat dari buah nanas sebanyak 2 kali dalam sehari. Bromelain
ini bermanfaat untuk lebih meningkatkan tingkat keefektivitasan dari penggunaan
kunyit.
5.
Konsumsi
Makanan Tinggi Lemak Omega 3.
Perbanyak asupan makanan yang mengandung
asam lemak omega 3 seperti salmon dan berbagai jenis ikan laut sehingga
peradangan yang terjadi pada babesiosis bisa dikurangi dan disembuhkan.
6.
Diet
Bebas Gluten.
Melakukan diet bebas gluten sehingga tubuh
bisa lebih fokus untuk menyembuhkan penyakit dan tidak pada radang yang bisa
ditimbulkan dari asupan mengandung gluten tersebut.
7.
Menghindari
Asupan Gula.
Dengan menghindari asupan yang
mengandung gula, maka akan menghambat bertumbuhnya ragi sekaligus meningkatkan
respon imun.
8.
Menggunakan
Artemestinin.
Artemestinin yang berasal dari apsintus
juga bisa digunakan untuk mengobati babesiosis, dimana artemestinin akan
membantu dalam melawan bakteri yang bertanggung jawab pada terjadinya infeksi tersebut.
9.
Menggunakan
Teasel.
Teasel adalah salah satu jenis anti
mikroba yang sangat ampuh untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan dari
babesiosis sekaligus menyembuhkan penyakit ini secara ampuh yang dilakukan
dengan beberapa tahapan penyembuhan.
10. Pengobatan Anti Bakteri.
Penderita babesiosis juga membutuhkan
pengobatan anti bakteri yang berlangsung selama 6 minggu atau lebih termasuk 2
minggu sesudah parasit tersebut tidak terdeteksi di dalam darah. Ini dilakukan
untuk menghindari penyakit babesiosis di kemudian hari.
11. Kombinasi Untuk Alergi Kina.
Sementara untuk penderita babesiosis
yang alergi terhadap penggunaan kina, maka bisa menggunakan kombinasi obat
yakni azitromisin, dosisiklin dan juga klindamisin yang terbukti ampuh untuk
menyembuhkan babesiosis pada pasien yang alergi terhadap kina.
7. Pencegahan Babesiosis.
Ada
beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah babesiosis yakni menghindari
kutu yang menjadi penyebab penyakit babesiosis ini. Kutu ini bersembunyi di
tempat yang lembab serta menempel pada rumput.
Beberapa hal yang bisa dilakukan
untuk mencegah penyakit babesiosis ini diantaranya adalah :
1. Memeriksa
hewan peliharaan apakah terserang kutu atau tidak.
2. Menghindari
kontak langsung dengan vegetasi sebisa mungkin dan juga hewan ternak yang
berpotensi menularkan babesiosis pada manusia.
3. Memakai
pakaian panjang dan juga berlapis.
4. Menyemprotkan
kulit dengan DEET.
5. Mandi
dan mencuci bersih pakaian.
6. Menghindari
area kutu biasa ditemukan.
7. Tutupi
area tubuh saat sedang beraktivitas seperti olahraga di hutan atau lingkungan
yang banyak pepohonan.
8. Gunakan
baju kering dan jangan sampai lembab.
9. Menghindari
penyebaran lewat tranfusi darah dengan cara memeriksa donor menggunakan
pemeriksaan zat anti.
10. Melakukan
vaksinasi pada hewan dengan memakai mikroorganisme yang sudah dilemahkan atau
sudah mati.
11. Menghindari
gigitan sengkenit seperti menggunakan obat anti serangga gosok atau repelen.
Sampai saat ini,
memang belum ditemukan vaksin yang bisa digunakan untuk mencegah babesiosis,
sementara untuk laporan kematian yang dikarenakan babesiosis yang ditularkan
dari tranfusi darah juga tidak terlalu banyak. Hal yang paling penting adalah
selalu menjaga kebersihan dan juga menghindari beberapa area lembab dan menjadi
sarang tempat berkembangnya kutu agar anda tidak tertular penyakit babesiosis
terse
Comments
Post a Comment