Penyakit Motorik Apraksia
1. Pengertian Apraksia.
Apraksia
ini aslinya adalah dari kata “apraxia”,
yakni kata dari Yunani. Pada kata apraxia, ‘a’
memiliki makna “tanpa”,
sementara untuk “praxis” mempunyai
makna “perencanaan pergerakan”, maka
kalau diartikan secara menyeluruh adalah tanpa perencanaan pergerakan. Bisa
juga diketahui sebagai tanpa perencanaan motorik. Intinya, apraksia merupakan
sebuah gangguan kesehatan motorik, khususnya motorik wicara yang otomatis
berkaitan erat dengan saraf. Terjadinya apraksia ada hubungannya dengan
gangguan kesehatan sistem saraf otak tapi tak berhubungan dengan gangguan otot
karena otot sama sekali tidak bermasalah. Karena kondisi kesehatan ini,
penderitanya akan menjadi kesulitan dalam mengkoordinasikan gerakan anggota
tubuh.
2. Penyebab Apraksia.
Seperti
yang telah disebutkan sedikit di atas sebelumnya, penyebab utama dari
terjadinya apraksia adalah kerusakan saraf otak di mana artinya sistem saraf
pusat mengalami masalah. Secara otomatis, apraksia akhirnya mampu menjadikan
fungsi bicara pun mengalami gangguan bersama dengan fungsi bahasa pada
seseorang. Hal ini bisa terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Namun pada
kasus yang diderita oleh anak-anak, apraksia bisa saja terjadi karena faktor
bawaan lahir karena apraksia diderita sejak lahir. Sementara itu, ada pula
kemungkinan bahwa apraksia terjadi karena cedera kepala yang disebabkan oleh
kecelakaan yang biasanya diderita oleh orang dewasa. Penyakit stroke pun
memiliki peran besar dalam menjdi pemicu apraksia.
3. Gejala Apraksia.
Perlu
diketahui bersama bahwa gejala apraksia cukup bervariasi dan kita juga perlu
menilik apa saja jenis apraksia yang terjadi pada setiap individu.
Berikut ini adalah sejumlah gejala
apraksia berdasarkan pada jenisnya :
1.
Apraksia
Wajah :
Gejala yang dikeluhkan penderita adalah
kesulitan dalam menggerakkan otot wajah. Penderita akan merasa sulit ketika
mengeluarkan lidah, menggerakkan bibir, dan bersiul.
2.
Apraksia
Bicara :
Gejala yang dikeluhkan penderita
biasanya adalah sulitnya dalam menggerakkan mulut serta lidah. Karena hal
itulah, penderita menjadi sulit membentuk kata dan berbicara mengucapkan
kalimat singkat maupun panjang, walau memang otot pada lidah dan mulut tak ada
masalah.
3.
Apraksia
Lengan/Tungkai :
Gejala yang dikeluhkan penderita adalah
sulitnya menggerakkan kaki maupun tangan.
4.
Apraksia
Ideomotor :
Gejala yang dikeluhkan penderita adalah
ketidakmampuannya dalam menirukan cara menggunakan benda atau barang tertentu
meski memang benda tersebut tak ada masalah. Contohnya: menirukan orang bermain
gitar atau naik sepeda.
5.
Apraksia
Ideasional :
Gejala yang dikeluhkan penderita adalah
sulitnya melakukan sesuatu dengan perencanaan lebih dulu atau segala sesuatu
yang berurutan. Contohnya: Proses mengenakan kaos kaki lebih dulu sebelum
memakai sepatu.
6.
Apraksia
Konstruksional :
Gejala yang dikeluhkan penderita adalah
ketidakmampuan dalam menciptakan konstruksi yang simpel atau hanya sekadar
proses penyalinan sebuah gambar.
Karena
apraksia dapat menyerang anak-anak maupun orang dewasa, ada baiknya untuk
mengenali gejala secara terpisah, yakni gejala apraksia pada anak dan gejala
apraksia pada orang dewasa. Meski memang tak memandang usia, kondisi kesehatan
ini lebih banyak dijumpai pada anak-anak sebagai penderitanya.
A.
Gejala
pada Anak.
Gejala yang terjadi pada anak bukan
hanya pada anak-anak yang usianya sudah cukup besar. Sebelumnya kita bahas
bahwa faktor yang menyebabkan apraksia pada anak bisa jadi adalah bawaan lahir,
maka dari bayi pun kita bisa melihat apakah si kecil memiliki kelainan dalam
hal saraf wicaranya atau tidak.
1. Anak
mengalami kesulitan ketika harus mengucapkan konsonan dan vokal. Ia tak bisa
mengucapkan konsonan maupun vokal tertentu.
2. Anak
mengalamo kesulitan ketika harus menggabungkan sumber suara yang berbeda dengan
tujuan untuk pembentukan kata.
3. Anak
mengalami kesulitan ketika harus menghasilkan perkataan yang bisa orang lain
pahami; dalam hal ini ada sedikit kemiripan dengan kondisi disartri.
4. Bayi
dengan apraksia akan lebih lamban dalam hal kemampuan berbicara. Kemampuan ini
akan muncul lebih akhir apabila dibandingkan dengan bayi-bayi seumurnya.
5. Anak
mengalami kesulitan dalam pengucapan kata-kata, khususnya bila ia ingin
berbicara dengan kata-kata yang panjang.
6. Anak
mengalami kesulitan ketika ia ingin berbicara spontan.
7. Anak
memberi tekanan yang salah pada suku kata yang ia ucapkan.
8. Anak
mengalami sulit makan.
Meski
memang apraksia dapat terjadi pada bayi maupun balita, namun pendeteksian
apraksia jauh lebih mudah dilakukan pada anak-anak yang usianya sudah agak
besar.
B.
Gejala
pada Orang Dewasa.
Untuk orang dewasa yang mungkin pernah
mengalami kecelakaan dan berakibat pada cedera kepala, ada kemungkinan saraf
otak pun terganggu sehingga menjadi pemicu dari apraksia. Seseorang dengan
riwayat penyakit stroke pun berkemungkinan besar untuk menderita apraksia.
Untuk
bisa mengatasinya dengan baik, maka berikut ini adalah gejala-gejala untuk
diwaspadai:
1. Mengalami
kesulitan dalam hal menemukan kata-kata tepat yang digunakan untuk mengekspresikan
dirinya. Di dalam pikiran mereka selalu sudah ada kata-kata yang tersusun dan
ingin sekali terucapkan dengan baik, tapi sayangnya justru tak bisa semudah itu
ketika mengucapkannya.
2. Mengalami
pengucapan kata-kata yang salah lebih dulu sebelum pengucapan kata atau kalimat
yang benar. Pada kasus ini, terkadang penderita bisa saja mengucapkan kata yang
benar seperti contoh kata atau kalimat yang sudah diberikan sebelumnya, namun
ketika melakukannya sendiri ia akan melakukan kesalahan pengucapan lagi.
3. Mengalami
kesulitan dalam hal pengucapan kalimat yang sedikit lebih kompleks atau
panjang.
4. Mengalami
ketidakmampuan dalam melakukan modifikasi pola intonasi ketika sedang
berbicara. Inilah yang menjadi alasan mengapa cara bicara penderita cenderung
aneh aksennya ketika didengar.
5. Mengalami
ketidakmampuan bicara sama sekali khusus bagi yang sudah menderita apraksia
parah.
4. Metode Diagnosa dan Pengobatan
Apraksia.
Ketika
gejala sudah mulai nampak, maka tindakan yang harus segera dilakukan adalah
pergi ke dokter khusus atau spesialis penyakit saraf. Jenis Penyakit Saraf ini
perlu diperiksa dan ditangani dengan benar oleh ahlinya. Maka, sebaiknya untuk
metode diagnosa dilakukan oleh speech-language pathologist saja. Berbagai jenis
tes akan pasien tempuh karena sebenarnya bahkan bagi dokter sendiri tak bisa
langsung mendeteksi apraksia hanya dari cerita keluhan gejala yang disampaikan
oleh pasien.
Karena
diagnosa tak terlalu gampang, maka tes-tes berikut ini adalah yang paling baik
untuk mendeteksi adanya gangguan penyebab terjadinya apraksia baik pada anak
atau orang dewasa.
1. Tes Pencitraan.
MRI scan adalah contoh dari metode
diagnosa melalui tes pencitraan. Tujuan dari dilakukannya tes ini adalah untuk
menengok keparahan dari adanya gangguan atau kerusakan otak pada pasien
tersebut. MRI scan juga diperlukan sebagai cara mengesampingkan adanya gangguan
komunikasi lain yang berpotensi memberikan pengaruh besar terhadap otak.
2. Tes Uji Kompetensi.
Metode diagnose berikutnya yang kiranya
juga diperlukan adalah tes untuk menguji kompetensi pasien. Patologlah yang
akan melakukannya di mana uji kompetensi ini meliputi hal membaca, menulis,
berbicara, serta melakukan gerakan-gerakan yang bersifat non-verbal. Kedua tes
tersebut adalah yang paling pasien butuhkan untuk mendeteksi penyebab dan
tingkat keparahan apraksia sekaligus mencari jalan pengobatan terbaik.
A.
Pengobatan
untuk Anak.
Bicara tentang pengobatan untuk
penderita apraksia, pada sejumlah kasus justru dijumpai bahwa anak-anak
penderita apraksia malah tak perlu diobati. Ya, tanpa adanya pengobatan apapun
mereka dapat sembuh dengan sendirinya. Namun untuk kesembuhan anak, diperlukan
peran orang tua yang begitu besar. Orang tua tetap harus secara konsisten
mengajak bicara si kecil secara normal supaya perkembangan kemampuan bicaranya
bisa memperoleh kemajuan. Ajak bicara si kecil perlahan dan jangan bosan karena
terapi wicara ini perlu dilakukan justru lebih sering dengan orang-orang
terdekat seperti orang tua dan sanak saudara. Terapi wicara terbukti menjadi
metode terefektif ketika ingin menyembuhkan apraksia anak. Boleh juga bila
orang tua hendak menambahkan bahasa isyarat ke dalam proses terapi wicara. Ide
yang bagus pula bila para orang tua juga mau menggunakan buku bergambar yang
ada teksnya sebagai pendukung terapi anak dalam mengembalikan dan meningkatkan
kemampuan bicaranya secara alami dan efektif. Hanya saja, apraksia akan mampu
diatasi secara lebih efektif dengan pendeteksian sedini mungkin. Terapi wicara
adalah metode pengobatan yang memang dikenal berdampak positif dan memiliki
efektivitas tinggi terhadap kesembuhan anak penderita apraksia, namun
pendeteksian gejala dan penyebab sebaiknya sedari dini.
B.
Pengobatan
untuk Orang Dewasa.
Seperti halnya apraksia pada anak-anak, apraksia
yang diderita oleh orang dewasa juga bisa sembuh dengan sendirinya dan
kemungkinan itu selalu ada. Namun kembali lagi, pengobatan akan didasarkan pada
tingkat keparahan apraksia yang dialami dan terapi wicara pun lagi-lagi menjadi
metode pengobatan yang paling dianjurkan. Tak hanya efektif bagi anak-anak,
tapi juga sangat bisa membantu orang dewasa yang ingin mengembalikan kemampuan
bicaranya. Cara komunikasi alternatif yang direkomendasikan untuk penderita
apraksia dewasa adalah bahasa isyarat atau juga dengan menggunakan gadget. Hal
tersebut adalah pendukung tepat untuk meningkatkan kemampuan bicaranya, baik
yang masih ringan atau yang sudah parah. Pengobatan khusus kanker bisa juga
diberikan kepada penderita apraksia yang diketahui memiliki tumor otak sebagai
penyebab apraksia. Demikianlah sekilas informasi mengenai apraksia, mulai dari
penyebab, gejala, metode diagnosa hingga cara mengobati penderitanya. Apraksia
mungkin memang bisa disembuhkan dengan terapi yang tepat, namun tentunya
menjaga kesehatan otak agar saraf pusat tidak terserang apraksia akan jauh
lebih baik.
Comments
Post a Comment