Penyakit Anoreksia Nervosa : Gejala, Penyebab dan Pengobatannya


Penyakit Anoreksia Nervosa : Gejala, Penyebab dan Pengobatannya

A.    Pengertian Anoreksia Nervosa.
Anoreksia Nervosa adalah sebuah gangguan pola makan. Penyakit ini ditandai dengan ketakutan akan bertambahnya berat badan akibat asupan kalori berlebihan dari makanan maupun minuman. Penderita akan melakukan apapun untuk memastikan dirinya tidak mengalami kenaikan berat badan.
Penderita bahkan akan berusaha menguranginya dengan cara ekstrem. Sebagian pengidap mengambil langkah berolahraga hingga tidak terkendali untuk memastikan usahanya berhasil. Tidak heran bila penderita akan terlihat sangat kurus dan disertai gejala malnutrisi.
B.     Gejala pada Pengidap Anoreksia Nervosa.
Seseorang dengan gangguan ini umumnya memiliki sejumlah gejala yang meliputi :
1.      Lelah berlebihan.
2.      Tidak bisa mempertahankan berat badan normal.
3.      Mengalami gangguan tidur atau insomnia.
4.      Mengalami penipisan atau kerontokan rambut.
5.      Warna kulit yang menguning atau memiliki bercak-bercak.
6.      Kulit yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan tipis.
7.      Kulit yang kering.
8.      Tekanan darah rendah.
9.      Konstipasi.
10.  Pada wanita, tidak mengalami menstruasi selama 3 siklus berturut-turut.
Pengidap akan melakukan segala cara untuk mencegah dirinya makan dan bertambah gemuk, di antaranya dengan :
1.      Uring-uringan.
2.      Tidak mengakui bahwa dirinya sedang lapar.
3.      Mengonsumsi obat pencahar (laksatif), obat-obatan diuretik, atau pil diet.
4.      Makan luar biasa banyak, lalu sengaja memuntahkannya (seperti penderita bulimia).
5.      Depresi.
6.      Menarik diri dari teman-teman dan keluarga.
C.    Penyebab Anoreksia nervosa.
Sejauh ini, belum ditemukan penyebab pasti dari penyakit ini. Namun terdapat kombinasi dari sejumlah faktor yang diduga bisa melatarbelakanginya.
Beberapa di antaranya meliputi :
1.      Menjalani hubungan yang tidak sehat.
2.      Riwayat bullying akibat kegemukan dan tidak menarik.
3.      Merasa tidak memenuhi kriteria dan tren penampilan yang berkembang di sekitarnya.
4.      Kesepian dalam jangka panjang.
5.      Kepercayaan diri yang rendah.
6.      Mengalami gangguan kecemasan.
Di samping kondisi mental, penyakit ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor keturunan maupun perubahan fisik.
Contohnya, memiliki anggota keluarga yang juga mengidap gangguan serupa, serta perubahan hormon yang berdampak pada selera makan, mood, dan pola pikir. Sebagian pengidap biasanya memiliki kehidupan yang penuh stres dan membuat mereka kewalahan menghadapinya.
Gejala yang dialami umumnya merupakan upaya untuk melarikan dari situasi penuh tekanan yang dihadapi. Sebagian besar penderita tidak menyadari mereka mengidap kelainan. Oleh karena itu, keluarga atau teman dekat sebaiknya menghubungi dokter serta psikolog bila menemukan gejala maupun sikap yang janggal pada penderita.
D.    Diagnosis Anoreksia Nervosa.
Kondisi tubuh dan berat badan di bawah normal bisa menjadi pertimbangan utama bagi dokter dalam mendiagnosis kelainan ini.
Meski begitu, dokter tetap akan melakukan beberapa pemeriksaaan guna mengesampingkan kemungkinan penyebab medis lain.
Serangkaian tes yang akan direkomendasikan bisa berupa :
1.      Pemeriksaan Fisik.
Perbandingan tinggi dan berat badan akan diukur dalam tes ini. Demikian pula dengan pemeriksaan kesehatan jantung maupun paru-paru, kondisi lambung, suhu tubuh, kondisi kulit, dan tanda-tanda vital lain.
2.      Tes Laboratorium.
Dokter akan melakukan tes darah lengkap serta urine. Melalui pengecekan ini, dokter akan memeriksa keseimbangan elektrolit dalam tubuh sekaligus kondisi ginjal, hati, maupun tiroid.
3.      Evaluasi Psikologi.
Pasien akan diminta untuk menyelesaikan kuesioner berkenaan dengan penilaian untuk kondisi kejiwaannya.
Dokter juga akan mewawancarai pasien mengenai apa yang dipikirkan, dirasakan, dan pola makan yang baik menurut pendapatnya.
Sebagai tes pendukung untuk proses diagnosis, dokter mungkin pula melakukan pemindaian pada tubuh pasien.
Prosedur ini bisa melalui X-ray maupun elektrokardiogram yang akan membantu dokter dalam mengetahui kondisi tulang pasien atau jika ada keabnormalan ada jantungnya.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi oleh pasien untuk dianggap mengidap kelainan pola makan ini. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Konsumsi makanan kurang dari yang dibutuhkan oleh tubuh. Angka ini bisa dihitung dengan membandingkan berat badan pasien dengan asupan yang dimakannya.
2.      Merasa sangat takut dengan kenaikan berat badan, sehingga mengambil langkah untuk mencegah penambahan berat badan.
3.      Memiliki persepsi tubuh yang tidak normal, misalnya merasa seksi dengan tubuh yang sangat kurus atau menyangkal bahwa dirinya terlalu kurus.
E.     Pengobatan Anoreksia Nervosa.
Gangguan ini perlu disikapi melalui beberapa jenis penanganan yang meliputi sisi medis, psikis, dan nutrisi. Pasien sebaiknya mendapatkan terapi yang berjalan secara berkelanjutan disertai pengetahuan mengenai asupan nutrisi ideal selengkapnya. Pasien yang mengalami kondisi kritis wajib mendapatkan penanganan medis darurat di rumah sakit.
Metode ini berfungsi mengantisipasi terjadinya malnutrisi, dehidrasi, atau gagal organ. Anoreksia nervosa dapat berdampak buruk pada fungsi organ-organ vital penderitanya. Karena itu, dokter akan menyarankan pemantauan secara saksama pada pasien.
Mengembalikan berat badan pasien pada angka normal merupakan tujuan pertama dalam menangani penyakit ini. Dengan bantuan ahli gizi, dokter akan memberikan pengetahuan mendetail mengenai asupan gizi harian yang baik dan benar pada pasien. Keluarga dan kerabat akan dilibatkan guna mendukung perawatan sekaligus memantau pasien di rumah. Mereka akan diminta untuk mengajarkan tentang makna hidup sehat dan menghibur pasien saat mengalami tekanan jiwa.
Terapi psikologi juga terbukti bermanfaat dalam penanganan anoreksia nervosa. Bagi pasien remaja, terapi akan dijalani bersama orang tua sampai dia mampu menilai sendiri mana yang benar atau salah mengenai apa yang sehat untuknya.
Sementara pasien dewasa bisa menjalani terapi seorang diri. Melalui terapi perilaku kognitif, pasien akan diajari untuk memperbaiki pola makan dan sikapnya. Mempelajari pola makan yang benar juga akan diterapkan agar pasien bisa mengubah persepsinya yang selama ini keliru.
Bentuk dukungan dari keluarga pun bisa dimanfaatkan untuk mencegah seseorang memiliki kecenderungan mengalami gangguan pola makan ini. Namun jangan ragu atau malu untuk menghubungi tenaga profesional agar penanganan bisa lebih efektif.

Comments

Popular posts from this blog

Toksikologi Lingkungan : Sejarah, Sumber, Jenis, dan Dampaknya

Manfaat Kunyit Hitam (Curcuma Aeruginosa)