Penyakit Lumpuh Otak atau Cerebral Palsy (CP) : Gejala, Penyebab, Pengobatan dan Pencegahannya
Penyakit Lumpuh Otak atau Cerebral Palsy
(CP) : Gejala, Penyebab, Pengobatan dan Pencegahannya
A. Pengertian Lumpuh Otak atau
Cerebral Palsy (CP).
Lumpuh
otak atau cerebral palsy (CP) adalah sekelompok gangguan pada gerakan,
keseimbangan, serta kekuatan otot. Akibatnya, kemampuan koordinasi tubuh,
refleks, postur tubuh penderita akan mengalami kelainan.
Kondisi
ini sering berawal sejak penderita masih dalam kandungan. Namun CP juga bisa
terjadi selama atau segera setelah seseorang dilahirkan.
B. Gejala Lumpuh Otak.
Indikasi
penyakit ini sangat beragam dan berbeda-beda pada tiap penderita. Karena
gejalanya jarang terlihat jelas secara langsung ketika bayi lahir, kondisi ini
biasanya baru disadari saat bayi memasuki usia 2 atau 3 tahun.
Adapun sejumlah gejala yang bisa
muncul antara lain :
1. Tumbuh
kembang bayi yang lamban, contohnya belum bisa duduk meski sudah melewati usia
9 bulan.
2. Kelainan
pada kekuatan otot, misalnya terlalu kaku atau lemah.
3. Kaki
atau tangan yang lemah. Bisa juga memiliki ukuran yang berbeda antara tungkai
satu dengan yang lain.
4. Gerakan
yang terlihat ceroboh atau tidak terkendali.
5. Kelainan
saat berjalan, misalnya selalu berjinjit.
6. Refleks
yang berlebihan.
7. Gemetar
(tremor).
8. Mengiler
yang parah.
9. Sukar
melakukan gerakan yang detail, seperti mengambil sendok.
10. Kesulitan
menelan.
11. Kejang-kejang.
12. Gangguan
penglihatan.
13. Penurunan
kemampuan dengar.
14. Kesulitan
menahan pipis.
15. Gangguan
belajar.
Karena gejala
yang bervariasi, ada baiknya Anda mencacat tiap indikasi yang timbul pada bayi
Anda. Deskripsi jenis gejala dan frekuensi terjadinya yang lengkap niscaya akan
membantu dokter untuk dalam proses diagnosis.
C. Penyebab Lumpuh Otak.
CP
disebabkan oleh kerusakan pada otak yang belum matang dan masih berkembang.
Namun pemicu di balik kerusakan ini belum diketahui secara pasti. Terdapat
sejumlah faktor yang diperkirakan dapat meningkatkan risiko munculnya penyakit
kronis ini.
Beberapa di antaranya meliputi :
1. Infeksi
atau gangguan kesehatan yang dialami oleh sang ibu saat hamil dan bisa
memengaruhi perkembangan janin.
Contohnya, rubella, cacar air, toksoplasmosis,
sifilis, paparan racun, serta terinfeksi cytomegalovirus, herpes, serta virus
zika.
2. Penyakit
yang dialami oleh bayi, seperti meningitis akibat bakteri, ensefalitis akibat
virus, maupun sakit kuning yang parah dan tidak ditangani. Kondisi tersebut
bisa memicu inflamasi pada atau di sekitar otak.
3. Mutasi
yang terjadi pada gen.
4. Komplikasi
lain saat kehamilan dan melahirkan, seperti lahir sungsang, bayi prematur,
berat badan bayi saat lahir yang di bawah normal, hamil kembar, rhesus darah
antara ibu dan bayi yang tidak sama, dan banyak lagi.
5. Cidera
atau perdarahan otak pada bayi ketika masih dalam kandungan.
6. Kejang-kejang
pada usia 0 hingga 1 bulan.
7. Kurangnya
pasokan oksigen ke organ-organ vital bayi.
D. Diagnosis Lumpuh Otak.
Jika
dicurigai mengalami kondisi ini, dokter akan meminta pasien untuk menjalani beberapa langkah diagnosis berikut :
1.
Pindai
Otak.
MRI dan USG kranial merupakan prosedur
yang umumnya dianjurkan. Namun dokter juga dapat menggunakan
elektroensefalografi (EEG), terutama jika penderita mengalami kejang-kejang.
2.
Uji
Laboratorium.
Metode ini bisa meliputi tes darah
maupun genetik untuk mendeteksi adanya gangguan pada gen atau metabolisme.
3.
Pemeriksaan
Tambahan.
Contoh tes-tes penunjuang yang bisa
dijalani meliputi pemeriksaan penglihatan, pendengaran, bicara, intelektual,
koordinasi, serta perkembangan tubuh lainnya.
E. Pengobatan Lumpuh Otak.
Penderita
umumnya memerlukan dukungan dan bantuan sepanjang hidupnya karena penyakit ini
tidak bisa disembuhkan. Penanganan yang diberikan bertujuan untuk
mempertahankan kesehatan, meningkatkan kekuatan fisik, mencegah komplikasi,
serta menambah kualitas hidup penderita. Seiring berjalannya waktu dan
bertambah atau berubahnya gejala, metode pengobatan yang diberikan pun akan
berganti.
Beberapa langkah penanganan yang
mungkin dilakukan meliputi :
1. Obat-obatan
untuk mengendalikan gejala penyakit ini sekaligus mencegah komplikasi.
Contohnya, obat untuk meredakan otot menegang agar rasa nyeri berkurang.
2. Sejumlah
terapi guna meningkatkan kemampuan tubuh juga bisa dianjurkan. Misalnya, terapi
fisik, terapi okupasi, terapi wicara, maupun terapi rekreasional.
3. Dokter
pun dapat melakukan prosedur operasi tertentu. Langkah ini dilakukan untuk
memperbaiki kondisi tidak normal pada tulang maupun otot yang terlalu tegang.
a.
Pembedahan
Ortopedi.
Prosedur ini bertujuan untuk
mengembalikan persendian atau tulang ke posisi yang benar. otot yang telalu
pendek juga bisa ditambah agar lebih panjang sehingga nyeri akan berkurang.
b.
Pemotongan
Saraf.
Prosedur ini hanya akan dijalani oleh
penderita dengan gejala yang sangat parah. Dokter dapat memotong saraf yang
membuat otot-otot menegang sehingga otot kembali mengendur dan mengurangi rasa
nyeri. Namun prosedur ini juga bisa menimbulkan komplikasi mati rasa.
F. Pencegahan Lumpuh Otak.
Kebanyakan
dari kasus lumpuh pada otak tidak dapat dicegah. Namun sejumlah cara berikut dinilai bisa membantu mengurangi risikonya :
1. Melengkapi
vaksinasi, terutama sebelum atau saat sang ibu hamil.
2. Memantau
kondisi kehamilan secara rutin.
3. Menjaga
keselamatan anak-anak dengan saksama, agar terhindar dari cidera kepala.
G. Komplikasi Akibat Lumpuh Otak.
Penderita
yang tidak mendapatkan penanganan secepatnya berpotensi mengalami berbagai
komplikasi. Contohnya :
1. Pemendekan
jaringan otot karena tertarik.
2. Malanutrisi
karena kesulitan menelan, menyusu, atau makan.
3. Gangguan
saraf yang berujung pada masalah mobilitas.
4. Masalah
mental, seperti depresi.
5. Penyakit
yang memengaruhi paru-paru karena penderita bisa mengalami masalah pada sistem pernapasan.
6. Osteoartritis,
yaitu kondisi memburuknya kondisi tulang yang menyebabkan rasa sakit. Penyakit
ini bisa muncul karena tekanan pada persendian atau sendi yang tidak normal
akibat menegangnya otot-otot.
7. Retaknya
tulang karena kurang padat.
Pemantauan
oleh dokter akan terus dilakukan secara berkala. Kondisi dan gejala yang
dialami oleh pasien bisa berubah seiring perkembangannya, sehingga jenis
penanganan yang dibutuhkan pun akan berbeda.
Comments
Post a Comment