Penyakit Sindrom Sjogren : Penyebab, Gejala dan Pengobatannya
Penyakit Sindrom Sjogren : Penyebab,
Gejala dan Pengobatannya
A. Pengertian Sindrom Sjogren.
Sindrom
Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun
sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan gejala
kekeringan persisten dari mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer
saliva dan lakrimalis.
B. Etiologi atau Penyebab Sindrom
Sjogren.
Etiologi
Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat peranan faktor
genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan adanya
kaitan antara Sindrom Sjogren dengan HLA DR dan DQ.
Kaitan
antara HLA dan Sindrom Sjogren didapatkan hanya pada pasien yang meliputi
antibodi anti SS-A dan atau anti SS-B. Diperkirakan terdapat peranan infeksi
virus (Epstein-Barr, Coxsackle, HIV dan HCV ) pada patogenesis Sindrom Sjogren.
C. Imunopatologi.
Gambaran
histopatologi pada kelenjer lakrimalis dan saliva adalah periductal focal
lymphocytic infiltration. Limfosit yang paling awal mengilfiltrasi kelenjer
saliva adalah sel T terutama CD45RO dan sel B CD20+. Pada Sindrom Sjogren ini
juga didapatkan peningkatan B cell Activating Factor (BAFF), yang merangsang
pematangan sel B. Kadar plasma BAFF pada pasien Sindrom Sjogren berkorelasi
dengan autoantibodi disirkulasi dan pada jangka panjang mungkin berperanan pada
terjadinya limfoma.
Pada
sebagian besar pasien Sindrom Sjogren terjadi peningkatan imunoglobulin dan
autoantibodi. Autoantibodi ini ada yang nonspesifik seperti Faktor Reumatik,
ANA dan yang spesifik Sindrom Sjogren seperti anti Ro (SS-A) dan anti LA
(SS-B). Peran anti Ro dan anti–La pada patogenesis Sindrom Sjogren masih belum
jelas.
Tetapi
pada wanita hamil bisa menyebabkan komplikasi, dimana setelah kehamilan 20
minggu antibodi ini bisa menembus plasenta dan mengakibatkan inflamasi pada
sistim konduksi jantung janin sehingga menyebabkan 1%-2 % congenital heart
block. Suatu penelitian di Norway mendapatkan dari 58 pasien Sindrom Sjogren
yang hamil, 2 orang anaknya mengalami congenital heart block.
D. Patofisiologi.
Reaksi
imunologi yang mendasari patofisiologi Sindrom Sjogren tidak hanya sistim imun
selular tetapi juga sistim imun humoral. Bukti keterlibatan sistim humoral ini
dapat dilihat adanya hipergammaglobulin dan terbentuknya autoantibodi yang
berada dalam sirkulasi. Gambaran histopatologi yang dijumpai pada SS adalah
kelenjer eksokrin yang dipenuhi dengan infiltrasi dominan limfosit T dan B
terutama daerah sekitar kelenjer dan atau duktus, gambaran histopatologi ini
dapat ditemui dikelenjer saliva, lakrimalis serta kelenjer eksokrin yang
lainnya misalnya kulit, saluran nafas, saluran cerna dan vagina. Fenotip
limfosit T yang mendominasi adalah sel T CD 4 +.
Sel-sel
ini memproduksi berbagai interleukin antara lain IL-2, IL-4, IL-6, IL1 A dan
TNF alfa sitokin-sitokin ini merubah sel epitel dan mempresentasikan protein,
merangsang apoptosis sel epitel kelenjer melalui regulasi fas. Sel B selain
mengfiltrasi pada kelenjer, sel ini juga memproduksi imunoglobulin dan
autoantibodi.
Adanya
infiltrasi limfosit yang menganti sel epitel kelenjer eksokrin, menyebabkan
penurunan fungsi kelenjer yang menimbulkan gejala klinik. Pada kelenjar saliva
dan mata menimbulkan keluhan mulut dan mata kering. Peradangan pada kelenjer
eksokrin pada pemeriksaan klinik sering dijumpai pembesaran kelenjer.
1. Manifestasi Klinis.
Gambaran klinik Sindrom Sjogren sangat
luas berupa suatu eksokrinopati yang disertai gejala sistemik dan
ektraglandular. Meskipun Sindrom Sjogren
tergolong penyakit autoimun yang jinak, sindrom ini bisa berkembang menjadi
suatu malignansi. Hai ini diduga adanya
transformasi sel B kearahan keganasan.
a.
Mata.
Kelainan mata akibat Sindrom Sjogren
adalah KeratoConjungtivitis Sicca (KCS). KCS terjadi akibat penurunan produksi
kelenjer air mata dalam jangka panjang dan perubahan kualitas air mata.
Gejala klinis berupa rasa seperti ada
benda asing dimata, rasa panas seperti terbakar dan sakit dimata, tidak ada air
mata, mata merah dan fotofobia. Beberapa pasien KCS ada yang asimtomatik.
b.
Mulut.
Pada awal penyakit gejala yang paling
sering adalah mulut kering (xerostomia). Keluhan lain adalah kesulitan
mengunyah dan menelan makanan, kesulitan mengunakan gigi bawah serta mulut rasa
panas. Tetapi beberapa pasien ada yang tanpa gejala.
c.
Pembesaran
Kelenjer Paratiroid.
Sekitar 20-30 % pasien Sindrom Sjogren
Primer mengalami pembesaran kelenjer parotis atau submandibula yang tidak
nyeri. Pembesaran kelenjer ini bisa mengalami tranformasi menjadi limfoma.
Suatu penelitian mendapatkan 98 orang
dari 2311 pasien Sindrom Sjogren (4%) berkembang menjadi limfoma, sementara
Ioannidis mendapatkan 38 pasien berkembang menjadi limfoma pada 4384 pasien
Sindrom Sjogren.
d.
Organ
Lain.
Kekeringan bisa terjadi pada saluran
nafas serta orofaring yang sering menimbulkan suara parau, bronkitis berulang,
serta pneumonitis. Gejala lain yang mungkin dijumpai adalah menurunnya produksi
kelenjer pankreas.
Kekeringan juga juga bisa terjadi pada
vagina, suatu penelitian pada 169 pasien Sindrom Sjogren, 26 % pasien juga
mempunyai keluhan vagina kering.
2.
Manifestasi
Ektraglandular.
Banyak sekali manifestasi ektraglandular
pada Sindrom Sjogren yaitu
a. artritis
atau artralgia (25%-85%),
b. fenomena
raynaud (13%-62%),
c. tiroiditis
autoimun Hashimoto (10%-24%),
d. renal
tubular asidosis (5%-33%),
e. sirosis
bilier primer dan hepatitis autoimun (2%-4%),
f. penyakit
paru (7%-35%) seperti batuk kronik, fibrosis paru,
g. alveolitis
dan vaskulitis (9%-32%).
Resiko
terjadinya limfoma meningkat pada pasien SS.
3.
Manifestasi
Kulit.
Manifestasi kulit merupakan gejala
ektraglandular yang paling sering dijumpai, dengan gambaran klinik yang luas.
Kulit kering dan gambaran vaskulitis merupakan keluhan yang sering dijumpai.
Manifestasi vaskulitis pada kulit bisa
mengenai pembuluh darah sedang maupun kecil. Vaskulitis pembuluh darah sedang
biasanya terkait dengan krioglobulin dan vaskulitis pada pembuluh darah kecil
berupa purpura. Dikatakan bahwa vaskulitis dikulit merupakan petanda prognosis
buruk.
4.
Manifestasi
Paru.
Manifestasi paru yang paling menonjol
yaitu gambaran penyakit bronkial dan bronkiolar dan saluran nafas kecil.
Penyakit paru Intertisial lebih sering dijumpai pada Sindrom Sjogren Primer
dengan gambaran patologi infiltrasi limfosit pada intersisial atau fibrosis yang
berat.
Adanya pembesaran kelenjer limfe yang
parahiler yang sering menyerupai suatu limfoma (pseudolimfoma). Manifestasi
paru pada Sindrom Sjogren Primer dan Sekunder memberikan gambaran yang berbeda.
Pada Sindrom Sjogren Sekunder, manifestasi parunya disebabkan oleh primer
penyakit yang mendasari.
5.
Manifestasi
Pembuluh Darah.
Vaskulitis ditemukan sekitar 5 % dapat
mengenai pembuluh darah sedang maupun kecil dengan manifestasi klinik berbentuk
purpura, urtikaria yang berulang, ulkus kulit dan mononeuritis multipel.
Vaskulitis pada organ internal jarang
ditemukan. Raynaunds fenomena dijumpai pada 35 % kasus dan biasanya muncul
setelah sindrom sicca terjadi sudah bertahun-tahun, tanpa disertai teleektasis
dan ulserasi.
6.
Manifestasi
Pada Ginjal.
Keterlibatan ginjal hanya ditemukan
sekitar 10 %. Manifestasi yang tersering berupa kelainan tubulus dengan gejala
subklinis. Gambaran kliniknya dapat berupa hipophospaturia, hipokalemia,
hiperkloremia, renal tubular asidosis tipe distal.
Yang sering dijumpai diklinik gambarannya
tidak jelas dan seringkali menimbulkan komplikasi batu kalsium dan gangguan
fungsi ginjal. Gejala hipokalemia seringkali dijumpai diklinik dengan
manifestasi kelemahan otot. Pada biopsi ginjal didapatkan infiltrasi limfosit
pada jaringan intersisial.
7.
Manifestasi
Neuromuskular.
Manifestasi neurologi yaitu diakibatkan
vaskulitis pada sistim syaraf dengan manifestasi klinik neuropati perifer.
Kranial neuropati juga dapat dijumpai pada Sindrom Sjogren, biasanya mengenai
serat saraf tunggal,
misalnya neuropati trigeminal atau
neuropati optik, neuropati sensorik merupakan komplikasi neurologi yang sering.
Kelainan muskular hanya berupa mialgia dengan enzim otot dalam batas normal.
8.
Gambaran
Gastro Intestinal.
Keluhan yang sering dijumpai adalah
disfagia, karena kekeringan daerah kerongkongan, mulut dan esofagus, disamping
itu faktor dismotilitas esofagus akan menambah kesulitan proses menelan.
Mual dan nyeri perut daerah epigastrik
juga sering dijumpai. Biopsi mukosa lambung menunjukan gastritis kronik atropik
yang secara histopatologi didapatkan infiltrasi limfosit. Gambaran ini persis
seperti yang didapatkan pada kelenjer liur. Hepatomegali, peningkatan alkali
fosfatase, sirosis bilier primer lebih sering pada tipe primer.
9.
Artritis.
Lima puluh persen gejala artritis pada
Sindrom Sjogren, artritisnya mungkin muncul lebih awal sebelum gejala sindrom
sicca muncul. Artritis pada Sindrom Sjogren tidak erosif. Artralgia, kaku
sendi, sinovitis, poliartitis kronis gejala lain yang mungkin dijumpai.
E. Diagnosis Sindrom Sjogren.
1.
Tes
Laboratorium.
Pada pasien Sindrom Sjogren sering
didapatkan peningkatan immunoglobulin serum poliklonal dan sejumlah auto
antibodi yang sesuai dengan aktifitas kronik sel B. Laju endap darah meningkat
sesuai dengan peningkatan globulin gama.
Suatu penelitian multisenter dari 400
pasien Sindrom sjogren berdasarkan kriteria The European Community Preliminary
Criteria tahun 1993 didapatkan Anti Ro 40 % dan anti- La pada 26 %, ANA pada 74
% dan faktor rematoid pada 38 % pasien Sindrom Sjogren.
Kelainan hematologi yang bisa didapatkan
pada Sindrom Sjogren adalah
a. anemia
20 %,
b. lekopenia
16% dan
c. trombositopenia
13 %.
d. hipergammaglobulin
ditemukan hampir pada 80 % pasien.
Suatu penelitian di London yang
mengevaluasi 34 pasien dengan keluhan mata dan mulut kering tapi tidak termasuk
Sindrom Sjogren dikenal dengan Dry Eyes and Mouth Syndrome (DEMS) pada
pemeriksaan anti Ro dan anti La semuanya negatif walaupun ANA positif (19 %).
2.
Tes
Schimers.
Tes ini digunaka untuk mengevaluasi
produksi kelenjer air mata. Tes dilakukan dengan menggunakan kertas filter
dengan panjang 30 mm, caranya kertas ditaruh dikelopak mata bagian bawah
dibiarkan selama 5 menit. Setelah 5 menit kemudian dilihat berapa panjang
pembasahan air mata pada kertas filter, bila pembasahan kurang dari 5 mm dalam
5 menit maka tes positif.
Suatu penelitian di Spanyol yang
menggunakan Pilokarpin 5 mg sublingual pada 60 pasien Sindrom sjogren primer,
46 pasien yang rendah produksi salivanya, 22 orang diantaranya terdapat
peningkatan produksi saliva setelah menggunakan 5 mg Pilokarpin.
3.
Rose
Bengal Staining.
Keratokonjungtivitis merupakan sequele
pada kornea dan konjungtiva karena menurunnya air mata. Dengan pengecatan Rose
bengal yang menggunakan anilin, yang dapat mewarnai epitel kornea maupun
konjungtiva.
Dengan pengecatan ini
keratokonjungtivitis sicca tampak sebagai keratitis puntata, bila dilihat
dengan slit lamp. Tear film break up : tes ini dilakukan untuk melihat
kecepatan pengisian flouresin pada kertas film.
4.
Sialometri.
Sialometri adalah pengukuran kecepatan
produksi kelenjer liur tanpa adanya rangsangan, baik untuk mengukur kelenjer
parotis, submandibula, sublingual ataupun total produksi kelenjer liur. Pada
Sindrom Sjogren menunjukan penurunan kecepatan sekresi.
Suatu penelitian di Spanyol untuk
memeriksa fungsi kelenjer ludah pasien Sindrom Sjogren dengan menggunakan
pilokarpin 5 mg sublingual apakah terjadi peningkatan produksi kelenjer saliva
setelah pemberian pilokarpin 5 mg, dari 60 pasien pSS diukur Basal Saliva Flow
(BSF) pada semua pasien dimana BSF < 1,5 ml/15 menit berarti abnormal. Dari
60 pasien terdapat 46 pasien dengan BSF < 1,5 ml , kemudian diberi
pilokarpin 5 mg (SSF = Stimulated salivary Flow ). Hasil didapatkan setelah
pemberian pilokarpin terdapat peningkatan produksi saliva.
5.
Sialografi.
Pemeriksaan secara radiologi untuk
menetapkan kelainan anatomi pada saluran kelenjer eksokrin. Pada pemeriksaan
ini tampak gambaran teleektasis.
6.
Skintigafi.
Untuk mengevaluasi kelenjer dengan
mengunakan 99m Tc, dengan pemeriksaan ini dilihat ambilan 99m Tc dimulut selama
60 menit setelah injeksi intravena.
7.
Biopsi.
Biopsi kelenjer eksokrin minor
memberikan gambaran yang sangat spesifik yaitu tampak gambaran infiltrasi
limfosit yang dominan. Biopsi kelenjer saliva minor merupakan gold standar
untuk diagnosis Sindrom Sjogren.
F. Pengobatan Sindrom Sjogren.
Tatalaksana
atau Pengobatan Sindrom Sjogren meliputi tatalaksana akibat disfungsi sekresi
kelenjer dimata dan mulut dan manifestasi ektraglandular. Prinsipnya hanyalah simtomatis
mengantikan fungsi kelenjer eksokrin dengan memberikan lubrikasi.
1.
Mata.
Pengobatan untuk mata meliputi
penggunaan air mata buatan bebas pengawet untuk siang hari dan salep mata untuk
malam hari. Lubrikasi pada mata kering dengan tetes mata buatan membantu
mengurangi gejala akibat sindrom mata kering. Untuk mengurangi efek samping
sumbatan drainase air mata pengganti bisa diberikan lensa kontak, tetapi resiko
infeksi sangat besar.
Ada
dua jenis sekretagogum yang beredar di pasaran yaitu :
a. Golongan
Pilokarpin. Dosis Pilokarpin 5 mg 4 kali
sehari selama 12 minggu.
b. Cevimelin.
Cevimelin 3 x 30 mg diberikan 3 kali sehari.
2.
Mulut.
Pada umumnya terapi ditujukan pada
perawatan gigi, kebersihan mulut, merangsang kelenjer liur, memberi sintetik
air liur. Pada kasus ringan digunakan sugar-free lozenges, cevimeline atau
pilokarpin. Pengobatan kandidiasis mulut pada kasus yang masih ada produksi
saliva dapat digunakan anti jamur sistemik seperti flukonazol, sedang pada
kasus yang tidak ada produksi saliva digunakan anti jamur topikal.
3.
Ektraglandular.
OAINS digunakan bila ada gejala
muskuloskeletal, hidroksi klorokuin digunakan untuk atralgia, mialgia
hipergammaglobulin. Kortikosteroid sistemik 0,5-1 mg/kgBB/hari dan
imunosupresan antara lain siklofosfamid digunakan untuk mengontrol gejala
ekstraglandular misalnya difus intersisial lung disease, glomerulonefritis,
vaskulitis.
Obat yang digunakan untuk terapi
sindrom sjogren, diantaranya :
1.
Muskarinik
agonis (Pilokarpin dan Cevimelin).
Muskarinik agonis (Pilokarpin dan
Cevimelin) digunakan untuk terapi sicca symptoms karena merangsang reseptor M1
dan M3 pada kelenjer ludah sehingga meningkatkan fungsi sekresi.. Suatu
penelitian pasien Sindrom Sjogren yang diterapi dengan Pilokarpin 4 x 5 mg
selama 12 minggu terdapat perbaikan keluhan.Pilokarpin dapat meningkatkan
produksi kelenjer saliva dan mata.
Efek samping pilokarpin berupa keringat
yang berlebih, diare, rasa panas dikulit terutama disekitar wajah dan leher,
nyeri otot, ingusan dan gangguan penglihatan.
2.
Agen
Biologik.
Suatu penelitian oleh steinfeld pada 16
pasien sindrom sjogren primer yang diterapi dengan infus Infliximab 3mg/kg pada minggu 0, minggu2, minggu6, terdapat
perbaikan keluhan. Penggunaan Rituximab
infus 375 mg/m2 dengan prednison 25 mg i.v pada 8 pasien sindrom sjogren
primer selama 12 minggu dapat mengurangi keluhan mata dan mulut kering.
3.
Terapi
lain.
Penelitian Miyawaki 20 pasien Sindrom
Sjogren diterapi dengan prednisolon
secara siknifikan menurunkan serum IgG, anti-Ro/SS.
Hidroksiklorokuin yang digunakan untuk
terapi malaria juga digunakan untuk penyakit autoimun dan dari penelitian pada
14 pasien Sindrom sjogren primer dapat meningkatkan produksi kelenjer ludah
setelah diterapi selama 6 bulan.
Sedangkan penelitian lain yang
mengunakan Hidroksiklorokuin dengan dosis 400 mg /hari selama 12 bulan pada 19
pasien Sindrom Sjogren tidak terdapat perbaikan keluhan.
G.
Prognosis.
Prognosis
pada pasien Sindrom Sjogren tidak banyak yang meneliti, walaupun Sindrom
Sjogren bukan merupakan penyakit yang ganas namun perkembangannya dapat terjadi
vaskulitis dan limfoma dan kedua hal tersebut dapat menyebabkan kematian pada
pasien Sindrom Sjogren.
Comments
Post a Comment